Peringatan Hari Kelahiran Nabi saw. di Mekah Menurut Para Sejarawan Muslim, dan Peringatan Tempat Kelahiran Nabi saw.
Kota Mekah, ibu semua kota adalah pemimpin semua kota lain di seluruh dunia Islam dalam merayakan maulid, juga dalam hal-hal lain. Seorang sejarawan Mekah abad ketiga, al-Azraqi, menyebutkan bahwa rumah tem¬pat Nabi saw. dilahirkan termasuk tempat di Mekah yang mustahabb (dianggap baik) untuk melaksanakan salat. Menurutnya, rumah tersebut pada masa lalu pernah dijadikan masjid oleh ibu dari dua khalifah, yaitu Musa al-Hadi dan Harem al-Rasyld.
Ulama Alquran, al-Naqqa.sy (266-351) menyebutkan bahwa tempat kelahiran Nabi saw. merupakan tempat di mana doa pada siang hari setiap Senin akan dikabulkan.
Catatan Pertama tentang Perayaan Maulid
Sumber tertua yang menyebutkan peringatan maulid secara publik adalah karya Ibn Jubayr (540-614), Rihal. Tempat yang diberkati ini (yaitu rumah Nabi saw.) dibuka, semua orang kemudian memasukinya untuk mendapatkan barakah darinya, pada setiap hari Senin bulan Rabiul Awal karena pada hari dan bulan itulah Nabi saw. dilahirkan. Sejarawan abad ketujuh, yaitu Abu al-Abbas al-Azafi dan putranya Abu al-Qasim al-Azafi menulis hal berikut. Jamaah haji yang saleh dan para pelancong terkemuka memberikan kesaksian bahwa, pada hari maulid, di Mekah tidak ada kegiatan yang dilakukan, tidak ada yang diperjualbelikan, selain kesibukan orang-orang yang mengunjungi tempat kelahiran Yang Mulia, dan bersegera memasukinya. Pada hari itu Ka’bah dibuka dan dapat dimasuki.
Catatan Ibn Bathuthah tentang Maulid
Sejarawan kesohor abad kedelapan, Ibn Bathathah, menceritakan bahwa pada setiap hari Jumat setelah salat, dan pada hari kelahiran Nabi saw., pintu Ka’bah dibuka oleh Ketua Bani Syaybah, pemegang kunci Ka’bah. Mengenai maulid, is menceritakan bahwa kepada qadi Mekah (dari mazhab Najm al-Din Muhammad ibn al-Imam Muhy al-Din al-Thabari, membagikan makanan kepada para syurafa’ (keturunan Nabi saw.) dan semua orang Mekah yang lain.
Catatan tentang Maulid pada Abad Ketiga
Gambaran berikut menggabungkan berbagai catatan kesaksian para tokoh abad ketiga, yaitu sejarawan Ibn Zahira al-Elanafi, Imam Ibn Hajar al-Haytsami dan sejarawan al-Nahrawali.
Setiap tahun pada tanggal 12 Rabiul Awal, setelah melaksanakan salat magrib, keempat qadi Mekah (masing-masing mewakili mazhab yang empat) dan kelompok-kelompok besar masyarakat, termasuk fukaha dan tokoh-tokoh kota Mekah, para syekh, guru zawiyah dan santrinya, kepala pemerintahan, dan ilmuwan (muta’ammamin, arti literalnya: `orang-orang yang diberi turban’) men inggalkan masjid dan berangkat bersama-sama mengunjungi tempat kelahiran Nabi saw. sambil melantunkan zikir dan tahlil (1c1 ildha ill4 Allah). Rumah-rumah di sepanjang jalur perjalanan diterangi dengan lampu-lampu dan lilin-lilin besar. Sebagian besar orang berhamburan. Mereka mengenakan pakaian spesial dan membawa anak-anak bersama mereka. Setelah tiba di tempat kelahiran, suatu khotbah disampaikan khusus untuk memperingati kelahiran Nabi saw., yang menguraikan berbagai keajaiban yang terjadi pada hari peristiwa tersebut. Setelah itu, doa dibacakan untuk khalifah, amir Mekah, dan qadi Syafil, dan semuanya berdoa dengan kerendahan hati. Sesaat sebelum salat Isya dilaksanakan, seluruh orang balik dari tempat kelahiran Nabi saw. ke Masjidil Haram, yang sudah hampir penuh sesak, dan semua duduk bersaf-saf di bawah maqam Ibrahim. Di masjid, seorang khatib pertama-tama membacakan tahmid (alhamdulillah) dan tahlil, dan sekali lagi doa untuk khalifah, amir Mekah, dan qadi Syafil dibacakan. Setelah itu, azan untuk salat Isya dikumandangkan. Setelah salat, kerumunan itu pun bubar.
wow bermanfaat bgt artikel’y…..
BalasHapusditunggu yaa tulisan” berikut’y….
SEKAR AGENG PRATIWI
sekar_ageng@student.gunadarma.ac.id